PEMUDA “KINI” DALAM CERITA CINTA
Mungkin siapa saja
akan mengaku mencintai negara dan bangsanya. Apalagi pemuda yang lagi berada
pada masa awal transisi atau peralihan pemikiran, individualistik lalu sosial-kolektif.
Pemuda yang tadinya gemar beramai-ramai dengan teman-temannya keliling kota,
atau duduk dengan sebilah rokok disela jari, untuk gaya-gayaan, di
warung kopi jalanan, sekedar main kartu dan tertawa-tawa. Mereka perlahan ber-metamorposa
menjadi pemuda-pemuda dinamis, merasa lebih ingin terlihat lebih berani dan
kritis. Maka, berbicaralah mereka tentang negara dan bangsanya yang sedang
mengalami kemunduran dan krisis. Meski tetap saja berkumpul diwarung kopi,
rokok bukan lagi sebuah penghias style untuk gagah-gagahan,
persisnya sudah merupakan kebutuhan. Mereka berhenti tertawa, bisa saja tertawa
untuk sekedar pengkhilang ketegangan, sebagai bentuk apresisasi terhadap otak
dan naluri yang berkerja beberapa saat tadi. Mereka takut dicurigai sedang
menertawakan bangsa mereka yang sedang dalam fase kritis. Mereka lebih banyak
membaca buku sosial dan filsafat, juga berbicara sejarah dan kemerdekaan bahkan
kadang berlagak mengerti tentang politik beserta intrik-intriknya.
Tapi siapa yang
menjamin semua pemuda mengalami perubahan ini? Ada lebih banyak anak muda yang
disibukkan dengan bunga-bunga cinta ketimbang masalah bangsa dan negaranya. SMA
ke Mahasiswa, hanya sebuah transisi yang membuat mereka lebih bebas dan
leluasa. Semacam simbol yang menegaskan bahwa mereka sudah dewasa dan bebas
melakukan ekspresi dalam bentuk apa saja. Yah, pemuda Indonesia memang bukan
seperti Joachim Peiper yang ikut pemuda Hitler pada usianya yang ke-18,
lalu 3 tahun sesudahnya dilantik menjadi letnan. Bukan juga seperti Mountbatten
yang sudah dipercaya menjadi wakil Raja Inggris untuk India diumur ke-21. Tapi,
pemuda mana yang tak tau Soekarno dan Hatta. Dau tokoh bangsa yang sangat
berpengaruh dalam perjalanan bangsa dan negara ini. Dalam kedaan terjarah oleh
bangsa lain, justru Soekarno dan Hatta, pada masa mudanya sudah menyerahkan
hidup mereka untuk perjuangan. Mereka membakar semangat rakyat. Mereka menangis
bukan karena kesibukan bercinta, tapi kesibukan tentang nasib bangsa dan rakyat
Indonesia.
Inilah alasan kenapa
soekarno pernah bilang “Berikan aku 10 pemuda, maka akan ku goncangkan dunia”. Pemuda
memiliki dua mata pisau yang sama tajam, bisa mereka menjadi pembangun bangsa, sekaligus
bisa juga penghancur bangsa. Tergantung pada posisi mata pisau mana mereka
bertempat diri. Inilah yang sedang terjadi, selalu ada tokoh yang memerankan
pahlawan dan penjahat.
Catatan "Bugil" (Bukan Goresan ILmiah)
Yogyakarta, 18 April 2014
Yogyakarta, 18 April 2014
0 comments:
Post a Comment