Monday, April 21, 2014

PEMUDA “KINI” DALAM CERITA CINTA


Mungkin siapa saja akan mengaku mencintai negara dan bangsanya. Apalagi pemuda yang lagi berada pada masa awal transisi atau peralihan pemikiran, individualistik lalu sosial-kolektif. Pemuda yang tadinya gemar beramai-ramai dengan teman-temannya keliling kota, atau duduk dengan sebilah rokok disela jari, untuk gaya-gayaan, di warung kopi jalanan, sekedar main kartu dan tertawa-tawa. Mereka perlahan ber-metamorposa menjadi pemuda-pemuda dinamis, merasa lebih ingin terlihat lebih berani dan kritis. Maka, berbicaralah mereka tentang negara dan bangsanya yang sedang mengalami kemunduran dan krisis. Meski tetap saja berkumpul diwarung kopi, rokok bukan lagi sebuah penghias style untuk gagah-gagahan, persisnya sudah merupakan kebutuhan. Mereka berhenti tertawa, bisa saja tertawa untuk sekedar pengkhilang ketegangan, sebagai bentuk apresisasi terhadap otak dan naluri yang berkerja beberapa saat tadi. Mereka takut dicurigai sedang menertawakan bangsa mereka yang sedang dalam fase kritis. Mereka lebih banyak membaca buku sosial dan filsafat, juga berbicara sejarah dan kemerdekaan bahkan kadang berlagak mengerti tentang politik beserta intrik-intriknya.
Tapi siapa yang menjamin semua pemuda mengalami perubahan ini? Ada lebih banyak anak muda yang disibukkan dengan bunga-bunga cinta ketimbang masalah bangsa dan negaranya. SMA ke Mahasiswa, hanya sebuah transisi yang membuat mereka lebih bebas dan leluasa. Semacam simbol yang menegaskan bahwa mereka sudah dewasa dan bebas melakukan ekspresi dalam bentuk apa saja. Yah, pemuda Indonesia memang bukan seperti Joachim Peiper yang ikut pemuda Hitler pada usianya yang ke-18, lalu 3 tahun sesudahnya dilantik menjadi letnan. Bukan juga seperti Mountbatten yang sudah dipercaya menjadi wakil Raja Inggris untuk India diumur ke-21. Tapi, pemuda mana yang tak tau Soekarno dan Hatta. Dau tokoh bangsa yang sangat berpengaruh dalam perjalanan bangsa dan negara ini. Dalam kedaan terjarah oleh bangsa lain, justru Soekarno dan Hatta, pada masa mudanya sudah menyerahkan hidup mereka untuk perjuangan. Mereka membakar semangat rakyat. Mereka menangis bukan karena kesibukan bercinta, tapi kesibukan tentang nasib bangsa dan rakyat Indonesia.
Inilah alasan kenapa soekarno pernah bilang “Berikan aku 10 pemuda, maka akan ku goncangkan dunia”. Pemuda memiliki dua mata pisau yang sama tajam, bisa mereka menjadi pembangun bangsa, sekaligus bisa juga penghancur bangsa. Tergantung pada posisi mata pisau mana mereka bertempat diri. Inilah yang sedang terjadi, selalu ada tokoh yang memerankan pahlawan dan penjahat.


 Catatan "Bugil" (Bukan Goresan ILmiah)

 Yogyakarta, 18 April 2014

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Text Widget

Followers