Tuesday, December 3, 2013

Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam Di Indonesia


Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam Di Indonesia
Oleh : Willy Ramadan
         
A.     Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia
       Perkembangan Islam pada masa awal di Indonesia adalah hal yang selalu menarik untuk dikaji dan diteliti. Sebab penyebaran Islam di perairaian nusantara begitu cepat menyebar dan beradaptasi tanpa menimbulkan peperangan ataupun benturan-benturan terhadap adat budaya dan tradisi lokal yang ada. Islam masuk ke Indonesia melalui proses damai yang berlangsung selama berabad-abad. Meski begitu pemahaman akan sejarah Islam di Indonesia (kawasan Asia Tenggara) memerlukan pendekatan yang sangat kompleks. Kompleksitas itu terlihat bahwa Islam bukanlah agama pertama di kalangan masyarakat. Islam masuk kedalam wilayah masyarakat yang sudah memiliki paham dan agama terdahulu.[1]
Perihal kapan, dari mana dan bagaimana Islam datang ke Indonesia adalah permasalahan yang terus diperdebatkan oleh beberapa ilmuan. Adapun tentang perdebatan ini banyak kita temukan dalam beberapa literature sejarah Islam. Diantaranya, Sidi Ibrahim Boechari misalnya sebagaimana yang dikutip Hasbullah dalam bukunya menjelaskan sebenarnya sejarah telah membuktikan bahwa Islam sudah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M.[2] Sama Seperti yang pernah dikemukakan oleh Prof. Dr. Hamka dalam seminar Masuknya Agama Islam Ke Indonesia di Medan (1963), beliau mendasarkan teorinya, teori Makkah, pada fakta yang berasal dari Berita Cina Dinasti Tang yang menjelaskan bahwa sekitar pada tahun 618-907 M ada pemukiman pedagang arab Islam di Barat Sumatera.[3] Namun ahli sejarah yang lain berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia sekitar pada abad ke-13 M.
Adapun perbedaan-perbedaan itu terbagi menjadi 3 teori: Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat  India melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M. Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M. [4]
Pada Literature yang lain bahkan mengemukakan empat teori. Teori yang pertama menyatakan bahwa Islam datang dan berkembang berasal dari anak benua India, Gujarat dan Malabar. Teori ini diperkenalkan oleh G.W.J. Drawes lalu kemudian dikembangkan oleh Snouck Hurgronje. Teori kedua mengatakan Islam datang dari Begal seperti yang disampaikan dan diungkapkan oleh Prof.S.Q.Fatimi.[5] Dia menganggap bahwa teori batu nisa di makam Malik As-Shaleh (1297 M) di Sumatera berbeda dengan batu nisan di Gujarat. Tetapi justru batu nisan Fatimah binti Maimun (1082 M) di Leran, Jawa Timur memiliki kesamaan dengan batu nisan di Begal. Teori ketiga, menyatakan Islam datang dan masuk melalui Coromadel dan Malabar. Teori ini disampaikan oleh Thomas W. Arnold, dia membantah kalau Islam itu datang dari Gujarat sebagai sumber penyebaran. Alasannya sebab Gujarat saat itu secara politis belum menjadi pusat perdagangan yang menghubungankan antara wilayah Nusantara dangan wilayah Timur Tengah. Adapun teori keempat, menegaskan bahwa Arab sebagai sumber aslinya lah yang memasuki Islam pertama kali ke Indonesia.[6]
B.    Proses Islamisasi di Indonesia
       Seperti yang kita ketahui proses datang dan masuknya Islam ke Indonesia penuh dengan kedamaian dan diterima masyarakat  secara terbuka. Penting untuk diketahui bagaimana dan melalui apa saja Islam masuk ke Indonesia. Adapun proses-proses melalui berbagai bentuk dan cara :
1.     Perdagangan
Diantara proses islamisasi pada permulaan ialah melalui sektor perdagangan. Ini sesuai dengan kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga abad ke-16 M antara negeri bagian barat, tenggara dan timur benua Asia, dimana pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) juga turut serta mengambil bagian perdagangan mereka ke Indonesia.[7] Sehingga pada akhirnya mereka mendirikan perkampungan sendiri (perkampungan pedagang Muslim dari negeri asing) yang disebut Pekojan[8]
2.     Perkawinan
Perkawinan juga merupakan sebuah proses islamisasi yang sangat besar pengaruhnya dan paling memudahkan penyebaran islam dikalangan masyarakat. Dengan perkawinan maka akan terbentuk ikatan kekerabatan antara kedua belah pihak. Perkawinan terjadi antara pedagang atau saudagar dengan wanita pribumi. Dari sudut ekonomi, pada pedagang dan saudagar muslim memiliki status sosial yang lebih baik dianding kebanyakan pribumi, sehingga banyak putrid-putri bangsawan untuk menjadi istri-istri mereka. Dimana mereka diidlamkan terlebih dahulu sebelum dikawinkan. Perkawinan itu seperti :
a.     Perkawinan antara puteri Cempa dengan Sultan Brawijaya melahirkan Raden Patah.
b.     Perkawinan antara Rara Santang (Puteri Prabu Siliwangi) dengan Syarif Abdullah melahirkan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
c.      Perkawinan antara puteri Blambangan dengan Maulana Ishak mempunyai seorang putera bernama Raden Paku (Sunan Giri).
3.     Pendidikan
Islamisasi melalui proses pendidikan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam penyebaran agama Islam. Para ulama, guru agama dan raja melakukan islamisasi ini dengan mendirikan sekolah agama atau pondok-pondok pesantren. Proses ini terus berkelanjutan, dibuktikan alumni-alumni atau lulusan-lulusan pesantren kembali ke kamping mereka masing-masing menjadi guru agama, kyai dan tokoh agama yang kemudia mengajarkan masyarakat serta mendirikan pendidikan pesantren lagi.
4.     Tasawuf
Tasawuf juga merupakan salah satu proses penting dalam proses islamisasi. Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran-ajaran yang pada saat itu sudah dikenal oleh masyarakat secara luas. Dengan tasawuf, Islam menjadi satu bentuk yang diajarkan mempunyai kesamaan dengan alam pikirmereka yang sebelumnya menganut agama hindu sehingga mampu dengan mudah dipahami.[9]
5.     Seni Budaya
Proses islamisasi melalui seni seperti seni bangunan, seni pahat, seni ukir, seni tari, music dan sastra.Salah satu contohnya adalah seni pertunjukan wayang, yang digemari masyarakat. Dikatakan bahwa sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang.[10] Dengan melalui cerita-cerita wayang tersebut disisipkan ajaran agama Islam.
6.     Politik
Islamisasi agama melalui politik dilakukan oleh para penguasa. Pengaruh kekuasaan sangat berperan penting dalam proses ini. Ketika seorang raja memeluk agama Islam maka rakyat juga akan mengikuti.
C.    Perkembangan Kekuasaan Islam di Indonesia
1.     Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam
Terlepas dari kontroversi kapan, dimana, dan siapa yang membawa Islam pertama kali ke Indonesia yang jelas Islam baru mulai meluas pada abad ke-13 M. Ini ditandai dengan berdirinya kerajaan Islam pertama di Indoneisa, yaitu kerajaan samudra pasai dan perlak. Menurut Azyumardi Azra, bahwa meskipun sebenarnya Islam sudah diperkenalkan ke Nusantara sejak abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M, tetapi baru setelah abad ke-12 M pengaruh Islam mulai lebih terlihat dan mengalami akselerasi. Pergeseran dari sebuah komunitas ke sosietas Islam berjalan lamban. Hingga pada abad ke-13 M, sejak Islam berhasil masuk pada wilayah kekuasaan politik (kerajaan) sehingga dengan cara ini mampu mendapatkan dukungan rakyat agar memasuki Islam. Apalagi, Islam sebagai minoritas yang tidak mendapatkan perhatian masyarakat sebelumnya menjadi kekuatan yang berpengaruh dan diperhitungkan oleh penguasa lokal. Diantara kerajaan-kerajaan adalah sebagai berikut :
1.     Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatra
a.   Kerajaan Samudra Pasai
b.   Kerajaan Aceh Darussalam
c.   Kerajaan-kerajaan Islam di Riau
d.   Kerajaan Islam di Jambi
e.   Kerajaan Islam di Sumatra Selatan dan Barat
2.     Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa
a.    Kerajaan Demak
b.    Kerajaan Pajang
c.    Kerajaan Mataram
d.    Kerajaan Cirebon
e.    Kerajaan Banten
3.     Kerajaan-kerajaan Islam di Nusa Tenggara
a.    Kerajaan Lombok dan Subawa
b.    Kerajaan Bima
4.     Kerajaan-kerajaan Islam di Maluku
a.    Kerajaan Ternate
b.    Kerajaan Tidore
5.     Kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi
a.    Kerajaan Gowa-Tallo
b.    Kerajaan Bone
c.    Kerajaan Wajo
6.     Kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan
a.    Kerajaan Banjar (Banjarmasin)
b.    Kerajaan Kutai
c.    Kerajaan Pontianak[11]
2.     Hubungan Antar Kerajaan dan Pola Pembentukan Negara
Antara satu kerajaan dengan kerajaan yang lain memiliki jalinan yang erat satu sama lain. Pertama-tama memang dikarenakan persamaan agama, dimana pada awalnya hubungan itu membentuk kegiatan dakwah. Seperti halnya Fadhilah Khan dari Pasai datang ke Demak dalam rangka memperluas kekuasaan ke Sunda Palapa. Dalam bidang plitik juga jalinan ini untuk menghadapi pihak yang non-Islam yang mengancam kehidupan ekonomi mapun politik. Tetapi, atas dasar perbedaan kepentingan peperangan juga terjadi diantara kerajaan-kerajaan muslim.
Dalam rentang waktu sejak lahirnya Kerajaan Islam Samudera Pasai di Aceh pada akhir abad ke-13 hingga Kerajaan Gowa-Tallo di Makassar pada abad ke-17, mengutip pendapat Taufik Abdullah, Badri Yatim memaparkan tiga pola yang menjadi “pembentukan budaya” yang terlihat dalam prosesi pembentukan Negara.
1.     Pola Samudra Pasai :
Kelahiran kerajaan Samudra Pasai melalui proses perubahan negera segmenter kepada Negara yang terpusat. Dalam proses ini kerajaan menghadapi begitu banyak wilayah yang belum ditundukkan atau diislamkan, sehingga masalah ini harus diselesaikan ditambah lagi pertentangan politik dan pertentangan keluarga yang berkepanjangan. Saat proses perkembangannya, kerajaan samudra Pasai juga menjadi pusat pengajaran agama juga memiliki kewenangan yang kuat sehingga bebas untuk memformulasikan struktur serta system kekuasaan.
2.     Pola Sulsel
Islamisasi pada pola ini melalui konversi keraton dan pusat kekuasaan serta konversi agama. Konversi kekuasaan terjadi juga seperti di Sulsel, Maluku dan Banjarmasin. Pola ini tidak mengubah desa menjadi suatu bentuk baru dengan organisasi kekuasaan seperti halnya kerajaan Samudra Pasai. Begitu juga konversi agama, dijalankan tetapi pusat kekuasaan sudah terlebih dahulu ada.
3.     Pola Jawa
Pada pola ini sistem politik dan struktur kekuasaan sudah lama mapan. Namun, kerajaan-kerajaan ini cendrung mengalami masalah pada dilema legitimasi politik dan dilema kultural. Sehingga kerajaan ini mengupayakan sebuah proses pembentukan tradisi yang bercorak integratif (budaya-budaya pra-Islam tidak ditinggalkan). Salah satu upaya tersebt terlihat pada zaman Sultan Iskandar Muda yang melakukan sebuah perumusan integrasi “hukum dan adat ibarat kuku dan daging”. Begitu juga kerajaan Bone yang menggabungkan hukum Islam ke dalam lembaga tradisional Bone. [12]
  
D.    Perkembangan Pemikiran Islam di Indonesia
       Pemikiran Islam masuk ke Indonesia tentu seiring dengan masuknya Islam itu sendiri. Sebagaimana yang sudah dijelaskan pada pembahasan awal bahwa perihal masuknya Islam ke Indonesia sudah menjadi perdebatan. Menurut Hasil Seminar Masuknya Islam di Indonesia pada 1963, disepakati bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7 M. Meskipun itu hanya sebagai kontak individu.[13]
       Masuknya pemikiran Islam ke Indonesia telah berbaur dengan pemikiran-pemikiran Persia-India yang menggunakan pandangan esoteris. [14]     Hal ini diperkuat dengan pikiran yang dianut  oleh Hamzah Fansari (1590 M) dan Nuruddin Ar-Raniri (1658 M), yakni pemikiran yang mengarah pada Immanensi, pemikiran yang serupa dengan pemikiran yang berkembang di Indonesia pada saat itu. Sehingga pemikiran Islam mudah masuk dimasyarakat. Pemikiran yang mengajak manusia untuk memikirkan tentang hakikat dirinya serta hubungan dengan sang pencipta untuk mencari jalan agar dekat dengan sang pencipta.
       Pemikiran eksoteris yang memiliki karakter rasionalitas berkembang di Indonesia setelah terjadinya Revolusi Perancis melalui orang-orang Indonesia sendiri yang berkenalan dengan budaya barat dan juga melalui surat kabar yang datang dari belanda, namun hanya terbatas pada kalangan pelajar yang menguasai bahasa. Pemikiran ini makin menyebar luas ketika banyak dari kalangan pelajar Indonesia yang kembali dari Mesir, yang semangatnya terpancar melalui majalah al-Manar. [15]
       Sejak kolonial mulai masuk menjajah Indonesia, kehidupan beragama mulai berada pada posisi tertekan. Pesantren-pesantren mulai tersisihkan ke luar kota. Bahkan dengan memperlakukan hukum Islam yang berorientasi hanya pada bidang akidah dan ibadah, Belanda juga berusaha mengarahkan kaum muslimin pada bidang tasawuf agar memiliki pemikiran ukhrawi saja. Pemikiran ini berlangsung lama hingga pemikiran Islam Modern di Indonesia masuk melalui para pelajar yang menimba ilmu di Belanda dan Mesir. Kemudian pemikiran ini berkembang melalui pergerakan-pergerakan Islam Modern, yang pada akhirnya ini menjadi pendorong untuk membebaskan tanah air dari tangan penjajah.
       Gerakan perkumpulan Jami’at Khair (1901) misalnya, perkumpulan yang didirikan secara diam-diam ini pada akhirnya menghasilkan tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi pelopor seperti KH.Ahmad Dahlan yang menjadi pendiri Muhammadiyah. Perkumpulan ini mengalami pengawasan yang ketat dari pemerintah Belanda. Disini juga lahir Muhammadiyah (1912) dengan tujuan untuk membersihkan unsure-unsur bid’ah dikalangan masyarakat muslim Indonesia. Disini juga didirikan Persatuan Oemat Islam (1917) yang dipelopori oleh KH.Ahmad Halim, yang salah satu kontribusinya adalah mengembangkan sektor pendidikan dengan salah satunya adalah mendirikan perguruan tinggi yang diberi nama Santi Ashrama. Selanjutnya lahir juga suatu perkumpulan modernis Islam, yaitu Nahdatul Ulama (1926). NU yang didirikan oleh KH.Hasjim Asy’ariini akhirnya meluas menjadi sebuah perkumpulan Islam yang umum, bermazhab Syafi’i. Kegiatanya dalam pengembangan tabliq-tabliq pendidikan dengan tujuan agar umat muslim sadar akan kewajibanya terhadap agama. Ketika bangsa Indonesia sebakin terpuruk dan terpecah-belah oleh kolonial Belanda, maka KH.Khasjim Asy’ari (NU) dan KH.Mas Mansur (Muhammadiyah) memprakarsai mendirikan Majlis Islam ’Ala Indonesia (MIAI) pada tahun 1937 M, yang bertujuan untuk mempersatukan umat Islam dalam sebuah ikatan agama.[16]
       Gerakan-gerakan pemikiran Islam dibagi oleh Abdul Karim menjadi empat: Gerakan Purifikasi (Purification), Reformasi (Reformation), Rekonstruksi (Reconstruction), dan Reinterpretasi (Reinterpretation). Gerakan purifikasi bergerak dalam pengupayaan untuk memurnikan ajaran-ajaran Islam dari syirik, khurafat, dan takhayul. Penyimpangan ajaran ini disebabkan pada masa penjajahan masyarakat muslim terpecah-pecah. Salah satu upaya ini dilakukan melalui media pendidikan sehingga pemurnian Islam ini bersifat masal. Gerakan reformasi ini lahir ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan modern Islam. Gerakan ini dalam perjalanannya mengalami kesulitan dikarena dihalang-halangi oleh pemerintah Belanda. Seperti gerakan purifikasi, gerakan ini juga mendapat hambatan yang kuat dari gerakan Islam tradisional karena dianggap ekstrim yang dalam geraknya mereka bahu-membahu dengan gerakan nasionalis dan komunis.
       Selanjutnya lahirlah gerakan rekonstruksi. Gerakan ini lahir berawal sejak runtuhnya kekhalifahan Abbasiah (1258 M) yang mengakibatkan pemikiran Islam menjadi terkotak-kotak, banyak yang tidak lagi mendasarkan pemikirannya kepada Al-Qur’an, Hadist dan Ijtihad tetapi kepada fatwa-fatwa imam mereka. Gerakan ini terus berkembang secara merata diberbagai Negara Islam melalui media-media pers dan kitab-kitab karangan para pemikir gerakan ini. Namun dikarenakan gerakan ini memiliki cendrungan terhadap barat orang akhirnya meninggalkan gerakan pemikiran ini. Lahirlah gerakan reinterprestasi, upaya untuk memberika udara segar untuk melakukan pebaharuan penafsiran terhadap Al-Qur’an dan Hadist yang tadinya tekstual menjadi substansial. Gerakan ini mendapat sambutan yang luar biasa dari kalangan kaum muslim. Gerakan ini juga yang memberikan banyak kontribusi terhadap perkembangan kreativitas, baik yang bersifat budaya maupun moral.[17]
  
Daftar Pustaka

Abdurrahman, Dudung, 2003, Sejarah Peradaban Islam; Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: LESFI Yogyakarta.
Baso, Ahmad, 2005, Islam Pasca-Kolonial; Perselingkuhan Agama, Kolonial, dan Liberalisme, Bandung: Mizan.
Hasbullah, 1995, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia;Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Karim, Abdul, 2012, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Karim, Abdul, 2007, Islam Nusantara, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Syaefuddin, Machmud dkk, 2013, Dinamika Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta.
Poesponegoro, Marwati Djoened,  2010, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: Balai Pustaka.
Yatim, Badri, 2004, Sejarah Peradaban Islam II, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
http://www.anneahira.com/skripsi-sejarah.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Indonesia



[1] Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam; Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI Yogyakarta, 2003), hal. 373
[2] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia; Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995) hal. 17
[3] http://www.anneahira.com/skripsi-sejarah.htm
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Indonesia
[5] Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2012), hal. 324
[6] Machmud Syaefuddin, Dinamika Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta, 2013), hal. 249-250
[7] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam, Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media, 2003), hal.336
[8] Machmud Syaefuddin, (2013), hal. 251
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam II, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 202
[10] Badri Yatim, (2004), hal. 203

[11] Lihat Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2010).
[12] Badri Yatim, (2004), hal. 224-230

[13] Abdul Karim, Islam Nusantara, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hal. 56
[14] Pemikiran secara esoteris yaitu pemikiran yang diarahkan kearah bagian terdalam dari dirinya. Pemikiran falsafi dari pemikiran mikrokosmos terhadap esensi atau eksistensi dirinya atau lebih dikenal dengan sebutan pemikiran kontemplatif. Sedangkan Pemikiran secara eksoteris yaitu pemikiran yang mengarah ke dunia luar (diluar dirinya) dengan bahasa falsafi dari pemikiran mikrokosmos kea rah makrokosmos atau disebut pemikiran rasional. Pembagian ini dipinjam oleh Abdul Karim pada James Wood dan Lawrence H. Dawson dalam buku The Nuttal Encyclopedia, hal. 215. Lebih lanjut lihat Abdul Karim, (2007), hal. 36-37.   
[15] Abdul Karim, (2007), hal. 61. Lihat juga Abdul Karim, (2012), hal. 334.
[16] Lihat Abdul Karim, (2012), hal. 334-340.
[17] Abdul Karim, (2007), hal. 62-67. Lihat juga Abdul Karim, (2012), hal. 333

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Text Widget

Followers